WhatsApp Image 2019-07-22 at 13.08.52

Program Studi Politik Islam Gelar kegiatan Seminar dan Bedah Buku

[:id]

HUMAS-FAHUM,– Program Studi Politik Islam Gelar kegiatan Seminar dan Bedah Buku karya: Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed. “Konflik Etno-Religius di Asia Tenggara, Kasus Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Malaysia” di Aula Fakultas Adab dan Humaniora (FAHUM), Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Selasa (15/5).

Kegiatan dibuka secara langsung oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, dan dihadiri oleh 135 peserta yang terdiri dari Dosen, Mahasiswa, Guru, serta utusan dari beberapa komunitas dan BEM/HMJ dilingkungan UIN Raden Fatah Palembang.

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, Nor Huda dalam sambutannya mengatakan, kegiatan Seminar dan Bedah buku ini sangat relevan dengan situasi Indonesia saat ini yang sedang mengalami berbagai konflik. Dengan adanya bedah buku ini diharapkan bisa memberikan wawasan kepada mahasiswa agar berpikir lebih kritis dalam menggapi berbagai persoalan.

“Adanya fenomena konflik selalu dibalut dengan agama, mahasiswa harus jeli dalam memahami ini, agar bisa memilih, baik dalam pergaulan dan ideologi. Dan harapan kita bedah buku ini memberi wawasan baru, mahasiswa memiliki daya kritis untuk menyeleksi fenomena yang bekembang,” ucapnya.

Suksesnya Kegiatan ini dipandu oleh Nico Oktario Aditiyas, M.A. (Moderator) dengan pembicara seminar adalah Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed. dan dilanjutkan dengan acara bedah buku oleh Drs. Saudi Berlian, M.Si.
Abdullah mengatakan, berdasarkan hasil penelitian dan buku yang telah dibuatnya, konflik di Asian Tenggara bukanlah disebabkan faktor agama namun akibat sikap diskriminasi yang telah terpola dan turun-temurun dari bekas jajahan di beberapa negara Asia Tenggara.

“Saat merdeka, berbagai masalah seperti sosial, agama, ekonomi, politik dan lain sebagainya belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah hingga saat ini sehingga timbulah diskriminatif di masyarakat,” ungkapnya.
Sedangkan pengamat sosial, Saudi Berlian melihat konflik yang terjadi di tingkat masyarakat sebenarnya bisa di selesaikan di tingkat bawah jika kearifan lokal masyarakat di hargai.

“Di Sumsel ada undang-undang Simbur Cahaya, sudah mengatur perilaku masyarakat Sumsel , sehingga dengan undang-undang tersebut di Sumsel tidak terjadi konflik tingkat bawah karena Elit Sosial (Pasirah) sebagai pimpinan masyarakat bisa menyelesaikan itu semua, berbeda dengan zaman sekarang,” katanya. (OSK/KRE/ARI)

[ngg_images source=”galleries” container_ids=”3″ display_type=”photocrati-nextgen_basic_slideshow” gallery_width=”600″ gallery_height=”400″ cycle_effect=”fade” cycle_interval=”10″ show_thumbnail_link=”1″ thumbnail_link_text=”[Show thumbnails]” returns=”included” maximum_entity_count=”500″][:]
Tags: No tags

Comments are closed.