Sabtu, 28 Mei 2016, Beberapa dosen dan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah kembali diundang oleh RRI PRO-4 dalam acara Cakrawala Budaya Nusa. Tema talkshow malam ini adalah berkaitan dengan peninggalan arkeologi di Sumatera Selatan. Sebagai pembicara kali ini adalah Dra. Retno Purwanti, M.Hum. dan Drs. Budi Wiyono, keduanya dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Banyak informasi yang diberikan oleh kedua narasumber ini mengenai peninggalan arkeologi di wilayah ini. Keduanya sepakat bahwa Sumatera Selatan merupakan wilayah yang kaya dengan peninggalan sejarah. Bahkan, peninggalan masa proto sejarah sudah banyak ditemukan di wilayah Palembang dan sekitarnya. Artinya, sebelum berdirinya Sriwijaya, peradaban Palembang sudah ada, terutama di daerah sekitar pantai timur.
Mereka juga sepakat bahwa Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya, terutama pada periode abad VII sampai abad IX. Meskipun ada klaim-klaim dari daerah lain, atau bahkan negara lain, tentang pusat Kerajaan Sriwijaya, tetapi mereka tetap yakin Palembang adalah pusat kerajaan maritim ini. Alasannya, hanya Palembang-lah yang memiliki prasasti terbanyak –sekitar 22 prasasti- yang berbicara masalah Kerajaan Sriwijaya. Sementara itu, yang lain rata-rata hanya ditemukan satu prasasti. Menurut Retno, prasasti-prasasti ini merupakan penanda bahwa daerah itu merupakan daerah kekuasaan Sriwijaya. Dari prasati ini dapat dibayangkan bahwa betapa luas kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang mencapai Malaysia dan Thailand sekarang.
Dari beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan bahwa Palembang merupakan kota yang penduduknya mempunyai tingkat toleransi yang tinggi. Palembang juga sebagai kota pendidikan. Selain itu, Palembang juga sebagai pusat kegiatan perekonomian. Dari sini pula dapat disimpulan bahwa pada masa Kerajaan Sriwijaya, Palembang sudah menjadi kota internasional. Yang lebih mengejutkan adalah bahwa pada masa Sriwijaya ini agama Islam sudah berkembang meskipun minoritas.
Warisan sejarah budaya Palembang yang begitu massif tersebut, ternyata, kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Pemerintah kurang maksimal dalam memelihara situs-situs dan peninggalan masa lalu. Banyak tempat yang dulunya adalah situs Kerajaan Sriwijaya yang sekarang beralih fungsi menjadi pabrik, kebun, dan pemukiman. Akhirnya, sisa-sisa penggalan yang berupa ekofact ini menjadi hilang. Tidak hanya itu, peninggalan sejarah yang berupa artefact juga banyak diambil oleh negara asing. (Admin)